Selasa, 29 Mei 2012

Yang Menulis VS Isi Tulisan

Ternyata hidup kita dipengaruhi oleh orang-orang yang berpengaruh. Kata-kata sederhana jika ditulis oleh mereka yang sudah punya prestasi dan terlihat perestasinya bisa jadi lebih berpengaruh daripada jika ditulis oleh orang biasa yang belum terlihat prestasinya, belum berkharisma, dan bukan mereka yang kita kagumi.


Entahlah…, tapi fenomena ini terkadang membuatku iritasi. Melihat tokohnya terlebih dahulu daripada melihat isi materinya. Melihat siapa yang berbicara baru antusias mendengarnya, cari nama pengarangnya dulu baru ingin baca bukunya. Salah? Never know… Bukan kapasitasku salah menyalahkan atau benar membenarkan.


Jangan melihat siapa yang bicara tapi lihatlah apa yang dibicarakan” (Ali bin Abi Thalib)


Buruk-buruknya dari hal ini adalah taqlid yang terjadi pada sebagian orang Indonesia. Tidak berusaha untuk mencari kebenaran dalam beribadah tapi hanya mendengar dari sesepuh-sesepuh, ustadz-ustadz yang kemungkinan bisa saja salah, “Lha bukannya kata pak kyai setiap ada yang meninggal harus yasinan?” Saat ada orang memberikan pendapat berbeda, maka yang berbeda dibilang aliran macam-macam, padahal orang itu menjelaskan dengan dalil dan dasar ilmu yang benar.


Wallahu a’lam….


Apakah kita harus jadi tokoh terkenal dulu baru didengar? Bukan itu kesimpulan tulisan ini. Kesimpulannya adalah mari kita mulai menanggalkan gengsi pribadi, menurunkan jubah kesombongan, dan buang jauh-jauh arogansi dalam diri, karena hal itu terjadi karena ada sombong secuil dalam hati. Satu lagi, mari mulai membenahi diri dengan selalu merasa kurang dan tidak tahu apa-apa; sehingga semua pendapat diterima lalu kita filter dengan ilmu yang kita punya atau bertanya kepada yang sudah punya kompetensi di bidangnya. Menggunakan bahasa, “Bisa jadi saja benar…” lalu mencari tahu tentangnya. Bukan menggunakan bahasa, “Sepertinya benar, tapi…”, lalu mencari-cari kesalahan supaya ada alasan tidak menerima pendapat yang baru.


Kita memiliki pembenaran masing-masing, namun jangan sampai pembenaran itu menutupi jalan masuk kebenaran yang lain. Ilmu kita tidak akan pernah sempurna, maka jangan pernah menutupi ilmu yang sedikit dan tidak sempurna itu untuk melengkap menjadi suatu utuh. Bagaikan puzzle, maka carilah potongan-potongannya yang lain…


Wallahu a’lam… Mungkin saja tulisan ini juga salah, maka silakan dibenarkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Kasih Jempolnya..