Kamis, 08 Maret 2012

Untuk Apa Di Rumah, Bila Tanpa Ilmu


- DI AWAL PERNIKAHAN, banyak suami-suami yang meminta istrinya untuk tetap tinggal di rumah atau maksimal tetap bekerja di luar rumah hingga mereka dikaruniai anak. Tak jarang, kesadaran sang istri juga mendorong mereka kembali ke rumah dan meninggalkan aktivitas mereka di ranah publik.

Kesadaran ini sungguh mulia, apalagi jika mengingat peran sentral seorang wanita sebagai ibu yang nantinya akan mengasuh anak-anak. Tentu bukan sebuah pemahaman yang baru bahwa anak tak hanya memerlukan terpenuhinya kebutuhan materi, tetapi juga kebutuhan psikis.
 
Namun, ada sesuatu yang terlupakan saat sang suami meminta istri kembali “pulang” ke rumah atau ketika si istri dengan kesadaran penuh meninggalkan ranah publik untuk berjibaku penuh dalam ranah domestik. Benarkah kedua belah pihak sudah siap dengan konsekuensi bila seorang istri benar-benar hanya berada di rumah?
 
Rumah vs Bahagia

Banyak orang yang melupakan bahwa ibu, istri, perempuan, tetap adalah manusia yang juga butuh ruang untuk mengaktulisasikan kemampuan mereka. Tentunya, setiap perempuan punya keinginan untuk bisa melakukan hal yang bermanfaat bagi banyak orang, punya teman-teman diskusi, dan jika memungkinkan, punya sedikit penghasilan dari jerih payahnya sendiri. Walaupun ini bukan berarti seorang perempuan akan meninggalkan tugas mulianya sebagai seorang kreator peradaban umat melalui pengasuhan terhadap anak-anaknya.
 
Pemahaman akan kebutuhan untuk berkarya, mengaktualisasikan diri, dan memiliki teman berdiskusi inilah yang seringkali terpendam, dalam pemahaman bahwa wanita harus diam di rumah. Bagaimana dengan wanita yang terbiasa aktif dengan sejumlah kegiatan di kantor atau organisasi kemanusiaan?
 
Banyak wanita-wanita yang memiliki latar belakang seperti ini akhirnya merasa “banyak tertinggal” saat mereka kemudian seutuhnya berada di rumah. Seperti pengakuan seorang ibu yang terpublikasikan di sebuah situs Islam, “Satu bulan yang lalu, saya memutuskan kembali berkerja meskipun dengan sistem kontrak. Banyak yang bilang terutama keluarga dan teman dekat, saya kelihatan lebih cerah, powerful, dan bahagia. Tetapi pada saat bekerja, pikiran saya jadi bercabang kembali, apakah tidak lebih baik sebagai seorang ibu harus lebih mementingkan keluarga dan anak? Namun, disatu pihak sepertinya saya kurang bahagia jika tinggal di rumah.”
 
Apa yang membuat mereka merasa kurang berbahagia saat berada di rumah? Apakah semata hanya karena pemahaman mereka tentang tugas mulia yang mereka emban masih rendah? Tentunya tidak. Banyak faktor yang harus diperhatikan ketika hendak menyimpulkan  penyebab ketidakbahagiaan ini.
 
Peduli pada Keinginan

Kini mari sejenak mengingat, pernahkah ada pembicaraan antara suami dan istri tentang apa yang bisa dinikmati seorang istri, saat waktunya mutlak di rumah? Sekali lagi, dinikmati, bukan dikerjakan oleh istri. Si istri merasa bahagia dengan totalitasnya di rumah. Juga, pernahkah terbahas, hal-hal menarik apa yang bisa dilakukan seorang istri dalam mengisi waktunya bersama anak-anak? Atau yang ada, cuma pembicaraan  tentang sederet daftar pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, agar rumah rapih dan penghuninya merasa betah tinggal di rumah?
 
Bila pembicaraan ini belum pernah ada atau pernah ada tapi tak pernah direalisasikan, tentu tak aneh bila seorang istri merasa menjadi “korban dari sebuah kewajiban”. Padahal, tentu akan jadi hal yang menyenangkan bila seorang suami dapat memahami perasaan istrinya. Sangat indah rasanya bila seorang suami dapat  mengetahui apa yang membuat istrinya bahagia dan bersemangat setiap waktu. Dan, akan semakin berkesan di hati, bila seorang suami, selain menuntut seorang istri melakukan dengan baik tugas-tugasnya di rumah, juga memenuhi keinginan-keinginan istrinya. Baik keinginan untuk maju, berkembang,  bersosialisasi, maupun keinginan untuk mengabdikan potensi yang dimiliki sang istri untuk kemajuan Islam.
 
Sebuah sikap yang bijak manakala seorang suami menawarkan atau bahkan memerintahkan pada istri-istrinya untuk belajar menguasai keterampilan tertentu yang disukai oleh istrinya, membiarkan istrinya berkarya, dan memiliki waktu yang luas untuk bisa menghadiri pertemuan-pertemuan yang bermanfaat; demi untuk bersama-sama berjuang di jalan Allah?
 
Tentu seorang istri akan berbunga-bunga hatinya bila suaminya dengan penuh kasih menawarkan padanya untuk mengikuti kursus merias pengantin yang sudah lama didambakannya misalnya. Juga,  hati seorang istri akan sangat berbahagia bila suami sepulang bekerja, dengan senyum yang tulus menyodorkan formulir pendaftaran untuk mengikuti lomba penulisan novel di sebuah majalah wanita, atau dengan sepenuh kasih menawarkan diri menemani sang istri mengikuti workshop seputar masalah kecerdasan anak.
 
Mempersiapkan Generasi Unggul

Intinya, sudah sejauh mana suami dan istri telah saling memahami dan mempersiapkan apa yang akan dilakukan seorang istri ketika ia total “bertugas”  di  rumah. Sudahkah si istri memiliki keterampilan untuk mengisi hari-harinya? Sudahkah ia juga memiliki keterampilan ketika mengurus dan mengurus si buah hati? Tentu akan jadi sebuah kesia-siaan manakala si ibu berada di samping anak tetapi tidak memiliki ilmu yang cukup untuk mempersiapkan fisik dan mental seorang anak tumbuh dengan baik.
 
Sejatinya, pengetahuan- pengetahuan seperti inilah yang seharusnya dimiliki seorang istri sebelum dia benar-benar berkiprah di rumah. Sehingga profesi ibu rumah tangga tak lagi identik dengan ketidakproduktifan dan ketertinggalan. Bila seorang ibu rumah tangga kerjanya hanya menonton sinetron setelah selesai mengerjakan tugas rumah atau gaptek (gagap teknologi) saat harus mengoperasikan sebuah perangkat elektronik, maka sebaiknya jangan menyalahkannya semata. Ini semua tentu bukan terjadi dengan sendirinya.
 
Yang lebih menyedihkan bila kaum wanita sendiri yang memaklumkan diri dengan mengatakan, “ Yaaa…maklumlah ibu rumah tangga, sehari-hari hanya mengurus anak.”
 
Bila seorang istri, apalagi seorang ibu sampai berkata demikian, sesungguhnya tugas mulia sebagai seorang kreator peradaban umat sudah gagal. Sebab, sangat mustahil seorang kreator bisa menciptakan generasi tangguh yang unggul, bila ia pun bukan seorang kreator yang unggul. Jika seorang istri atau ibu sudah memaklumkan ini pada dirinya sendiri, maka mustahil peradaban Islam yang berjaya akan segera hadir di depan mata.
 
Generasi unggul di kemudian hari hanya bisa hadir dari sepasang orangtua yang visioner, yang memiliki visi jauh kedepan untuk menyongsong peradaban Islam yang gilang-gemilang. Tak akan mungkin generasi ini muncul dari seorang suami dan ayah yang hanya berpikir bahwa sang istri atau sang ibu, hanya harus berada di rumah. Tanpa membekali pasangannya agar mumpuni melaksanakan tugasnya dan menghasilkan karya terbaik seorang perempuan, yaitu anak-anak yang shaleh dan shalehah.
 
Sebab itu, inilah saatnya untuk sama-sama meningkatkan kualitas pribadi. Bila kita semua sepakat bahwa kewajiban utama para istri dan ibu adalah di rumah, mengasuh dan merawat keluarga, maka inilah saatnya bagi para suami untuk meng-up grade kemampuan istri dengan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan, hingga sang istri pun akan bisa memanfaatkan waktu mereka sebaik-baiknya di rumah. Hingga sabda Rasulullah bahwa “Surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.” (Riwayat Muslim) benar-benar tercipta dari ketangguhan pribadi seorang wanita yang akan senantiasa menghiasi rumah dengan ilmu dan cinta.

Penulis: Kartika Trimarti
Salam Share By. Panji


Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga


Sahabat yg dirahmati Alloh SWT, hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?

Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga.

Ibu Sebagai Seorang Pendidik

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka, mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tau bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Sebuah Tanggung Jawab

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu!” di atas menggunakan Fi’il Amr (kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.

Tentang Surat At Tahrim ayat ke-6 ini, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,“Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalamMustadrak-nya (IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)

Muqatil mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Ibnu Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.

Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)

Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih

Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan. Sedih!

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu…

Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?

Wallahu a’lam

ref: - Dapatkan Hak-Hakmu, Wahai Muslimah oleh Ummu Salamah as Salafiyyah. Judul asli:Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat

       -  Mendidik Anak bersama Nabi oleh Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Judul Asli:Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-   Thifl

      –   Majalah Al Furqon Edisi: 8 Tahun V/Rabi’ul Awwal 1427/April 2006

disadur dari: muslimah.or.id

Rabu, 07 Maret 2012

Yang Harus Dimiliki Orangtua

Orangtua sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya harus memiliki sifat-sifat yang utama pula, agar kita meraih keberhasilan dalam pendidikan anak-anak kita. Meskipun mungkin hal tersebut sulit, namun kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki sifat-sifat tersebut, sebab kita akan menjadi fokus teladan pendidikan bagi generasi baru, paling tidak sebagi fokus teladan bagi anak-anak kita. Mereka akan senantiasa menyorot kita selaku seorang pendidik dan pembimbing, karena kitalah contoh nyata yang mereka saksikan dalam kehidupan mereka.

Berikut beberapa karakter yang harus dimiliki orang tua…

IKHLAS...

Rawat dan didiklah anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharap keridhaan Allah. Canangkan niat semata-mata untuk Allah dalam seluruh aktivitas edukatif, baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan, maupun hukuman.

Niat yang ikhlas selain mendatangkan keridhaan dan pahala Allah, juga akan meneguhkan hati kita di saat ujian datang. Dan hati kita akan tetap lapang, bagaimanapun hasil yang kita raih setelah usaha dan doa.

BERTAQWA....

Inilah sifat terpenting yang harus dimiliki seorang pendidik. Yaitu takwa yang didefinisaikan oleh para ulama : “Menjaga agar Allah tidak mendapatimu pada perkara yang Dia larang, dan jangan sampai Allah tidak mendapatimu pada perkara yang Dia perintahkan.” Yakni mengerjakan segala yang dia perintahkan dan menjauhi segala yang Dia larang.

Atau sebagimana yang dikatakan ulama lain : “Menjaga diri dari azab Allah dengan mengerjakan amal shalih dan merasa takut kepadanya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.” Yakni menjaga diri dari azab Allah dengan senantiasa merasa di bawah pengawasannya. Dan senantiasa menapaki jalan yang telah Dia gariskan baik saat sendiri maupun dihadapan manusia.

Hiasi diri dengan takwa, sebab pendidik adalah contoh dan panutan sekaligus penanggung jawab pertama dalam pendidikan anak berdasarkan iman dan islam.

Dan ingatlah janji Allah bahwa Dia akan memudahkan urusan orang yang bertakwa, akan memberi jalan keluar baginya, dan memberi rizki dari arah yang tidak ia sangka. Karena anak yang shalih adalah rizki. Mudah-mudahan karena ketakwaan kita, Allah berkenan memberikan jalan keluar bagi setiap urusan kita dan memberikan rizki yang baik kepada kita.

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq:4)

BERILMU....

Pendidik harus berbekal ilmu yang memadai. Ia harus memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep dasar pendidikan dalam Islam. Mengetahui halal haram, prinsip-prinsip etika islam serta memahami secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syariat Islam. Karena dengan mengetahui semua itu pendidik akan menjadi seorang alim yang bijak, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, mampu bersikap proporsional dalam memberi materi pendidikan, mendidik anak dengan pokok-pokok persyaratannya. Mendidik dan memperbaiki dengan berpijak pada dasar-dasar yang kokoh. Medidik dan mengarahkan anak didik dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Memberikan contoh yang baik kepada mereka dengan keteladanan yang agung dari nabi dan para sahabat beliau. Sebaliknya, jika pendidik tidak mengetahui semua itu, lebih-lebih tentang konsep dasar pendidikan anak, maka akan dilanda kemelut spiritual, moral, mental dan sosial. Anak akan menjadi manusia yang tidak berharga dan diragukan eksistensinya dalam semua aspek kehidupan.

Orang yang tidak mempunyai sesuatu bagaimana ia akan memberikan sesuatu kepada orang lain??

BERTANGGUNG JAWAB...

Milikilah rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik aspek keimanan maupun tingkah laku kesehariannya, jasmani maupun ruhaninya, mental maupun sosialnya. Rasa tanggung jawab ini akan senantiasa mendorong upaya menyeluruh dalam mengawasi anak dan memperhatikannya, mengarahkan dan mengikutinya, membiasakan dan melatihnya.

Bertanggungjawablah, karena setiap dari kita adalah pemimpin dan anak adalah amanat serta ujian dari Allah

SABAR DAN TABAH....

Dua sifat ini mutlak dibutuhkan oleh setiap pendidik. Sebab dalam proses pendidikan tentu sangat banyak tantangan dan ujian. Baik tantangan dari diri kita sendiri, anak didik, maupun tantangan dari luar lingkungan. Kita harus bisa melaksanakan sebaik-baiknya kewajiban mendidik anak diantara tugas dan tanggung jawab kita yang lainnya. Kita akan dihadapkan kepada berbagai macam karakter anak. Ulah dan tingkah mereka yang sangat menuntut kesabaran dalam menghadapinya. Ditambah lagi dengan faktor luar, baik lingkungan sekitar, kawan bergaul, berbagai macam media, dan lain sebagainya. Menghadapi semua tantangan dan ujian ini, kita tidak boleh menanggalkan sifat tabah dan sabar meski hanya sekejap. Jika tidak niscaya ancaman kegagalan terpampang di depan mata. Jadi hendaklah kita senantiasa bersabar dengan mengharap rahmat Allah dan mewasapadai sikap putus asa, karena sesungguhnya orang yang berputus asa dari rahmat Allah adalah orang kafir.

إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“ Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf:86)

LEMAH LEMBUT & TIDAK KASAR...

Inilah salah satu sifat yang dicintai Allah dan disukai oleh manusia. Pada hakekatnya setiap jiwa menyukai kelembutan. Terlebih jiwa anak yang masih polos dan lugu. Setiap anak sangat merindukan sosok pendidik yang ramah dan lemah lembut. Sebaliknya jiwa si anak akan takut dengan karakter pendidik yang kasar dan kejam. Rasulullah adalah sosok pendidik yang penuh kelembutan. Sifat lemah lembut dalam mendidik anak akan mendatangkan banyak kebaikan. Sebaliknya sikap kasar akan membawa keburukan. Disamping itu, sikap kasar dapat meninggalkan trauma dan memori buruk dalam jiwa dan ingatan si anak.

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidaklah ada pada sesuatu kecuali ia akan menghiasinya. Dan tidaklah sifat lemah lembut itu tercabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya buruk.” (HR Muslim)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai ‘Aisyah bersikap lemahlembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lemah lembut ini.” (HR Imam Ahmad)

Sifat lemah lembut ini akan membuat anak nyaman dan lebih mudah dalam menerima pengajaran. Dan secara tidak langsung sifat lemah lembut ini alan mewarnai karakter anak dan insya Allah sifat ini dengan sendirinya akan menurun kepadanya. Dan orang yang pertama kali akan merasakan kebaikannya adalah orang tuanya itu sendiri.

PENYAYANG.....

Perasaan sayang akan menjadi penghangat suasana dan menjadikan proses pengajaran menjadi nyaman dan menyenangkan. Kasih sayang merupakan salah satu pondasi perkembangan seorang anak serta merupakan pilar pertumbuhan kejiwaan dan sosialnya secara kuat dan normal. Apabila anak kehilangan cinta kasih, ia akan tumbuh secara menyimpang di tengah masyarakat, tidak mampu bekerjasama dengan individu-individu di masyarakat dan membaur di tengahnya.

Anas radhiyallahu’anhu meriwayatkan, “Seorang wanita mendatangi ‘Aisyah lalu ‘Aisyah memberinya tiga butir kurma. Wanita itu memberi tiap-tiap anaknya satu butir kurma dan menyisakan satu butir untuk dirinya. Lalu kedua anak memakan kurma tersebut kemudian melihat kurma yang ada pada ibunya. Kemudian wanita itu membelah dua kurma itu lalu memberi masing-masing setengah kepada dua anaknya tersebut. Taklama kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam datang, lalu ‘Aisyah menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Apakah kamu takjub melihatnya? Sungguh Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada dua anaknya” (HR. Bukhari)

LUNAK DAN FLEXIBLE

Lunak dan fleksibel bukan maksudnya lemah dan tidak tegas. Namun harus difahami secara luas dan menyeluruh. Maksudnya disini lebih mengarah pada sikap mempermudah urusan dan tidak mempersulitnya. Seorang pendidik hendaknya memilih kemudahan yang dibolehkan oleh syariat. Ketika dihadapkan pada dua pilihan, maka pendidik yang bijak akan memilih yang paling ringan dan mudah selama hal itu bukan perkara haram. Termasuk dalam hal ini sikap tidak berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan merupakan sifat tercela dalam segala hal, demikian juga sikap terlalu menggampangkan. Termasuk juga dalam dunia pendidikan, seorang pendidik harus bisa bersikap seimbang, proporsional, dan pertengahan.

Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Umar Al Badri rhadhiyallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya aku biasa melambatkan hadir dalam shalat Subuh berjamaah karena si Fulan yang suka memanjangkan shalatnya ketika mengimami kami.” Akhirnya Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam marah, dan aku belum pernah melihat beliau marah ketika memberikan nasehat melebihi kemarahan beliau saat itu. Beliau bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat orang lain lari (meninggalkan shalat jama’ah). Maka siapa saja diantara kalian yang menjadi imam shalat hendaklah ia meringankannya, karena diantara makmum ada orang yang sudah tua, orang lemah, dan orang yang sedang punya keperluan.” (Mutaffaqun’alaih)

Jika Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam melarang sikap berlebihan seperti itu dalam masalah pokok agama, lalu bagaimana pula dalam masalah pendidikan? Rasulullah bersabda, “Permudahlah, jangan membuat sulit dan berikanlah berita gembira, janganlah kalian membuat orang lain lari.” (Mutaffaqun’alaih)

TIDAK MUDAH MARAH...

Sifat mudah marah merupakan bagian dari sifat negatif dalam pendidikan. Jika seorang pendidik mampu mengendalikan diri dan menahan amarahnya, maka hal itu akan membawa keberuntungan bagi dirinya dan juga anak-anaknya. Karena sebagian besar kemarahan itu datangnya dari syaithan. Perasaan anak sangatlah peka, mereka dapat membedakan manakah nasehat yang didorong oleh kemarahan dan manakah nasehat yang didorong oleh rasa kasih sayang. Dan tentu pengaruhnya bagi hati juga akan berbeda. Dampak buruk lain dari sikap suka marah ini adalah anak akan merasa aman ketika bersalah, menunggu orangtuanya sampai benar-benar marah. Dan anak yang terbiasa dididik dengan kekerasan dan kemarahan akan kebal dengan nasehat dan gamang dengan kelemahlembutan. Karena itu, ketika ada seseorang meminta nasehat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, beliau bersabda : “Jangan marah!” orang itu mengulanginya beberapa kali, namun beliau tetap mengatakan, “Jangan marah!”

Disamping itu Nabi shalallahu’alaihi wassalam juga mengatakan bahwa keberanian (syaja’ah) adalah kemampuan seseorang untuk menahan amarah. Diriwayatkan dari Abu Harairah bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang pemberani bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi pemberani adalah orang yang menguasai (menahan) diri ketika marah.” (Muttafaqun’alaih)

DEKAT NAMUN BERWIBAWA

Pendidik yang sukses adalah pendidik yang benar-benar dekat di hati anak. Anak selalu merindukannya. Mereka merasa gembira dan bahagia bersmanya. Pendidik yang mengasihi dan dikasihi. Anak bukan takut kepadanya, namun merasa sayang, hormat dan segan melanggar perintah dan kata-katanya. Kita bisa melihat bahwa rasulullah selalu dekat dan akrab dengan anak-anak. Bukan hanya terhadap Al-Hasan dan al-Husein (cucu beliau) tetapi juga anak-anak yang lainnya. Namun kedekatan beliau itu tidak membuat anak-anak berani berbuat semaunya, tanpa bisa diatur. Sebaliknya, setiap nasehat dan petuah beliau menghujam begitu dalam di hati mereka. Beliau adalah pendidik yang akrab lagi penuh wibawa.

Membatasi diri dalam memberikan nasehat

Terlalu banyak berbicara seringkali tidak memberikan hasil yang diharapkan. Sementara itu, membatasi diri dalam memberikan nasehat yang baik acapkali justru memberikan hasil yang diinginkan dengan ijin Allah. Diriwayatkan dari Abi Wa’il Syaqiq bin Salamah bahwa dia berkata: Adalah Ibnu Mas’ud memberikan pelajaran seminggu sekali setiap hari kamis. Lalu ada seseorang yang mengusulkan, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (kunyah Ibnu Mas’ud)! Kami sebenarnya ingin jika engkau memberikan pelajaran kepada kami setiap hari.” Dia menjawab, “Sesungguhnya yang menghalangiku untuk melakukannya adalah karena aku tidak suka bila melihat kalian bosan. Aku membatasi diri dalam memberikan petuah kepada kalian sebagaimana Rasulullah memberikan batasan dalam memberikan nasehat kepada kami karena khawatir bila hal itu membuat kami bosan.” (Muttafaqun’alaih)

Sumber: muslimah

Mencetak Generasi Rabbani, Ummu Ihsan Chairriyah & Abu Ihsan Al-Atsari, Darul Ilmi
Mendidik Anak Bersama Nabi shalallahu’alaihi wassalam, Muhammad Suwaid, Pustaka Arafah

Salam :

♥ SEINDAH MAWAR BERDURI ♥


.¸.•´¸.•*♥ .:|:. ♥ .:|:. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ♥
♫•*¨*•.¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸¸.•*¨*•♫

MAWAR BERDURI...
Indah sungguh kelopak bungamu,
Secantik bahasa dan gerak gerimu,
Sopan ditiup sang bayu,Batang dan dahanmu tetap tunduk malu.

♥♥ღ☆ღ*¨*¤*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥:♥♥♥♥♥:♥::.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ¸.¤*¨*ღ☆ღ♥♥

MAWAR BERDURI...
Kelopakmu tetap dipelihara, Daripada Kumbang yang membinasa,
Duri didahanmu tetap tersedia, Mempertahankan kecantikkan dan kesucian jiwa.

♥♥ღ☆ღ*¨*¤*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥:♥♥♥♥♥:♥::.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ¸.¤*¨*ღ☆ღ♥♥

MAWAR BERDURI...
Kau tetap sentiasa berdiri, Menahan cabaran yang diberi,
Tetap tidak pernah hilang harga diri, Dirimu indah sukar untuk didekati,
Walaupun dipujuk, dirayu oleh nafsu sendiri, Melainkan syariat memberi MAWAR, Si kumbang perkasa tidak akan tertawan, Dengan mawar yang kehilangan perawan dan keagungan, kerna dirimu telah rusak dibinasakan.

♥♥ღ☆ღ*¨*¤*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥:♥♥♥♥♥:♥::.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ¸.¤*¨*ღ☆ღ♥♥

MAWAR ...Hilang hargamu wahai sekuntum mawar murahan,
Menayangkan kecantikkan yang tiada kesempurnaan, Hanya terus
bertuhankan nafsu dan keseronokan, Dirimu ditinggalkan patah kelayuan.

MAWAR YANG BERDURI,
Sukar disentuh oleh tangan yang tidak berhati-hati,
Duri yang tumbuh memagari jiwa yang suci,
Kecantikan yang dipandang mata dibenteng kuat oleh duri tumbuh sekitarnya…
Dia memang menjadi gilaan sang kumbang, Tetapi bukan semua kumbang yang mampu memetik ia dari dahan hinggapannya, Hanya yang telah di tentukan
Sang Pencipta saja yang akan berjaya memilikinya ..
Bahagianya menjadi dia "MAWAR BERDURI" …

♥♥ღ☆ღ*¨*¤*ღ☆ღ*¨*¤.¸¸::♥:♥♥♥♥♥:♥::.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ¸.¤*¨*ღ☆ღ♥♥

Sekuntum MAWAR BERDURI …
Kasih dan cintanya hanya karena Rabb yang menciptakan dirinya….

(¯`v´¯)♥ Subhanallahi Wa Bihamdhi ♥(¯`v´¯)
*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.¸•*´¨`*•.¸.•*´¨`*•.¸¸.•*´¨`*•.

7 Ciri Sikap Orang 'Sok Tahu' ....


Sahabat…….
Pernah bertemu dengan orang yang memiliki sikap'Sok tahu' ….?????
Hoho,..Pastinya pernah khan,..??? Yang Nulis ini ( Panji ) pernah lah, bahkan mungkin yang nulis juga terkadang tak sadar punya rasa sok tau…..(^_^). Astaghfirullah,.. Moga ALLAH Senantiasa melindungi kita semua ya dari sikap yang membahayakan kita sobat,…
pada dasarnya adalah "merasa sudah cukup berpengetahuan" padahal sebenarnya kurang tahu. Masalahnya, orang yang sok tahu biasanya tidak menyadarinya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa kita 'sok tahu'? Mari kita mengambil hikmah dari Al-Qur'an. Ada beberapa ciri 'sok tahu' yang bisa kita dapatkan bila kita menggunakan perspektif surat al-'Alaq.

1. Enggan Membaca

Ketika disuruh malaikat Jibril, "Bacalah!", Rasulullah Saw. menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Lalu malaikat Jibril menyampaikan lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang 'sok tahu' pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih dulu berdalih, "Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun. Yang penting prakteknya 'kan?" Padahal, Allah pencipta kita itu Maha Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui.

Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, "Ngapain baca-baca Qur'an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain aja." Padahal, Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber 'cahaya' yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya lagi, "Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah udah diajarin terus." Padahal, 'ilmu agama' adalah ilmu kehidupan dunia-akhirat.

2. Enggan Menulis

Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya. Ia enggan mencatat. "Ngerepotin," katanya. Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang isinya takkan hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia. Orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah, ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena kepada manusia.

Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh untuk mampu menulis. "Susah," katanya. Padahal, merasa terlalu bodoh itu jangan-jangan pertanda kemalasan. Emang sih, kalo nulis buat orang lain, kita perlu ketrampilan tersendiri. Tapi, bila nulis buat diri sendiri, bukankah kita gak bakal kesulitan nulis 'sesuka hati'? Apa susahnya nulis di buku harian, misalnya, "Tentang ciri sok tahu, lihat al-'Alaq!"?

3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan

Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya atas kehendak-Allah.

Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh 'tukang fatwa', semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi kurang memperhitungkan kualitasnya.

4. Merendahkan Orang Lain Yang Tidak Sepaham

Bagi orang Islam yang sok tahu, siapa saja yang bertentangan dengan pendapatnya, segera saja ia menuduh mereka telah melakukan bid'ah, sesat, meremehkan agama, dan sebagainya. Bahkan, misalnya, sampai-sampai ia melarang orang-orang lain melakukan amal yang caranya lain walau mereka punya dalil tersendiri. Ia menjadikan dirinya sebagai "Yang Maha Tahu", terlalu yakin bahwa pasti pandangan dirinyalah satu-satunya yang benar, sedangkan pandangan yang lain pasti salah. Padahal, Allah Swt berfirman: "Janganlah kamu menganggap diri kamu suci; Dia lebih tahu siapa yang memelihara diri dari kejahatan." (an-Najm [53]: 32)

Muslim yang sok tahu cenderung menganggap kesalahan kecil sebagai dosa besar dan menjadikan dosa itu identik dengan kesesatan dan kekafiran! Suka merendahkan kemampuan orang-orang disekitar kita, seolah-oleh dia yang merasa paling hebat diantara lainnya. Wahh orang seperti ini suka merendahkan kemampuan orang lain. Gak boleh ini,.. Tidak bisa dibiarkan,..

5. Menutup Telinga dan Membuang Muka Bila Mendengar Pendapat Lain

Orang yang sok tahu tidak memberi peluang untuk berdiskusi dengan orang lain. Kalau toh ia memasuki forum diskusi di suatu situs, misalnya, ia melakukannya bukan untuk mempertimbangkan pendapat yang berbeda dengan pandangan yang selama ini ia anut, melainkan untuk mengumandangkan pendapatnya sendiri. Ia hanya melihat selayang pandang gagasan orang-orang lain, lalu menyerang mereka bila berlainan dengannya. Ia tidak mau tahu bagaimana mereka berhujjah (berargumentasi).

Di samping itu, orang yang sok tahu itu bersikap fanatik pada pendapat golongannya sendiri. Seolah-olah ia berseru, "Adalah hak kami untuk berbicara dan adalah kewajiban kalian untuk mendengarkan. Hak kami menetapkan, kewajiban kalian mengikuti kami. Pendapat kami semuanya benar, pendapat kalian banyak salahnya." Orang yang terlalu fanatik itu tidak mengakui jalan tengah. Ia menyalahgunakan aksioma, "Yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil."

6. Suka Menyatakan Pendapat Tanpa Dasar Yang Kuat

Muslim yang sok tahu gemar menyampaikan pendapatnya dengan mengatasnamakan Islam tanpa memeriksa kuat-lemahnya dasar-dasarnya. Ia suka berkata, "Menurut Islam begini.... Islam sudah jelas melarang begitu...." dan sebagainya, padahal yang ia ucapkan sesungguhnya hanyalah, "Menurut saya begini.... Saya melarang keras engkau begitu...." dan seterusnya. Kalau toh ia berkata, "Menurut saya bla bla bla....", ia hanya mengemukakan opini pribadinya belaka tanpa disertai dalil yang kuat, baik dalil naqli maupun aqli.

7. Suka Berdebat Kusir
Jika pendapatnya dikritik orang lain, orang yang sok tahu itu berusaha keras mempertahankan pandangannya dan balas menyerang balik pengkritiknya. Ia enggan mencari celah-celah kelemahan di dalam pendapatnya sendiri ataupun sisi-sisi kelebihan lawan diskusinya. Sebaliknya, ia tekun mencari-cari kekurangan lawan debatnya dan menonjol-nonjolkan kekuatan pendapatnya. Dengan kata lain, setiap berdiskusi ia bertujuan memenangkan perdebatan, bukan mencari kebenaran.

Sok tahu atau Sok tempe sebenarnya bukan masalah yang besar, tapi kalau sudah Membuat perasaan dan hati temen-temen di sekitar kita jadi menggerutu di belakang kita…..???? Wuaaaaa,….bisa berabe khan,….
Maka dari itu, sobat mesti tau nih apa kita juga termasuk dalam ciri yang dimaksud diatas,..??? Ting,..Tong,…. Lagi Mikir yaa dalam hati,…??? ,…(^_^)

Itulah beberapa ciri orang yang sok tahu menurut surat al-'Alaq dalam pemahamanku. Dengan mengenali ciri-ciri tersebut, semoga kita masing-masing dapat melakukan introspeksi dan memperbaiki diri sehingga kita tidak menjadi orang yang sok tahu. Amiiiinnnnn…….

Caiyoooo,……(^_^).

Suara Hati Seorang Istri Saat Suami Ingin Menikah Lagi

 TERASA DUNIA AKAN RUNTUH KETIKA KAU MEMINTA IZIN KEPADAKU UNTUK MENIKAH LAGI. MEMBAYANGKAN KAU, SUAMIKU TERSAYANG, SEDANG MEMBAGI CINTA, PERHATIAN DAN SEGALA KESENANGAN DUNIAWI LAINNYA DENGAN WANITA LAIN, BUKAN HANYA SEKEDAR MENDATANGKAN PUSING DAN MUAL TAPI JUGA PENYAKIT CEMBURU SERTA SAKIT HATI YANG MUNGKIN TAK AKAN BERKESUDAHAN BAGIKU. JANGAN PROTES WAHAI SUAMIKU, BAHKAN ISTRI-ISTRI NABI YANG MULIAPUN, MEREKA TAK BISA MENGHINDAR DARI KECEMBURUAN. SEMUA ITU KARENA CINTA YANG TERAMAT SANGAT UNTUKMU.

SEJENAK AKUPUN BURU- BURU MENGADAKAN KOREKSI KILAT TENTANG APA YANG KURANG DARI DIRIKU, ATAU TENTANG APA YANG SELAMA INI MENJADI KELEMAHANKU SELAMA INI. SEAKAN SEMUA DAYA UPAYA AKAN AKU KERAHKAN KETIKA MENYADARI BAHWA KENYATAAN DIDEPAN AKAN SEBENTAR LAGI SAMPAI KEPADAKU. DAN AKHIR DARI USAHA ITU ADALAH CARA YANG AKU FIKIR EFEKTIF UNTUK MENGHADANG KENYATAAN TAKDIR YANG AKAN DIBERIKAN ALLAH UNTUKKU


AKHIRNYA HARI ITUPUN DATANG SAAT AKU HARUS MENGATAKAN SEBUAH JAWABAN UNTUKMU. YA ALLAH, WANITA MANA YANG INGIN CINTANYA TERBAGI. WANITA MANA YANG KUAT MELIHAT SUAMINYA BERMESRAAN DAN BAHAGIA BERSAMA SUAMIKU..SUAMIKU YANG SANGAT AKU CINTAI. YA ALLAH, BAHKAN JIKA KENYATAAN INI TERBALIK, DAN DIA BERADA PADA POSISIKU, SANGGUPKAH ENGKAU WAHAI SUAMIKU?


IMANKU MENGATAKAN AKU BISA MERELAKANMU, NAMUN KECEMBURUAN DAN PERASAANKU MENGUNCI HATIKU UNTUK TETAP MENGATAKAN TIDAK, TIDAK DAN TIDAK UNTUKMU. PERNIKAHAN KITA ADALAH TENTANG KITA, KAU DAN AKU, SAMA SEKALI TIDAK TENTANG DIA. DAN LALU BAGAIMANA MUNGKIN KAU TEGA MEMASUKKAN DIA KEDALAM KEBAHAGIAAN KITA? APAKAH SELANJUTNYA KITA AKAN BAHAGIA, SUAMIKU?


SEKALI LAGI, AKU TIDAK BISA LEPAS DARI KODRATKU SEBAGAI WANITA YANG IDENTIK DENGAN KECEMBURUAN YANG SANGAT MELEKAT ERAT. NAMUN SEKUAT TENAGAKU AKU MENCOBA TIDAK EMOSIONAL. SULIT.. WALAUPUN SEMUA INI SANGAT SULIT.


NAMUN… AKHIRNYA KECINTAAN ALLAH MENYADARKANKU. BUKANKAH MENIKAH ADALAH LADANG AMAL BAGIKU UNTUK MENGGAPAI SURGA?, WALAU SEKALI LAGI, DEMI ALLAH SANGAT SULIT MERELAKAN BAGIAN DARI DIRIKU MASIH HARUS KU BAGI DENGAN ORANG LAIN.


NAMUN… SEKALI LAGI, BAHASA IMAN MENGGUGAH KESADARANKU KEMBALI. SEKEJAB KUPALINGKAN EGOKU UNTUK MENILAI MADUKU. BUKANKAH SITUASI INI JUGA MENJADI COBAAN BUKAN HANYA UNTUK AKU DAN SUAMIKU, TAPI TERUTAMA ADALAH BAGINYA. BETAPA RESIKO SOSIAL AKAN DATANG KEPADANYA, CAP JELEK SEBAGAI PEREBUT SUAMI ORANG AKAN DILEKATKAN KEPADANYA. MASYAALLAH, BETAPA AKU JUGA MUNGKIN TIDAK AKAN SANGGUP JIKA MENJADI PELAKON KISAH HIDUPNYA. BUKANKAH JODOH SUDAH DIGARISKAN ALLAH ATAS SEMUA MANUSIA. DIAPUN TAK PERNAH BISA MEMESAN DARI MANA JODOHNYA AKAN DATANG. NAMUN KETIKA JODOHNYA ADALAH SUAMIKU SENDIRI, LALU APAKAH AKU HARUS MENYALAHKANNYA, YANG BERARTI PULA MENYALAHKAN ALLAH SANG MAHA PENGATUR?


DARI PADA AKU MEMPERBURUK KEADAAN INI DENGAN PRASANGKA YANG MENGHINAKANKU SENDIRI, LEBIH BAIK AKU MENGUATKAN HATI UNTUK MEMBANTU MENGUATKAN SUAMIKU. SUAMIKU.. SESEORANG YANG TELAH BERTAHUN-TAHUN MENJADIKAN AKU SATU- SATUNYA RATU DIDALAM HATI DAN RUMAHNYA, MEMULYAKANKU DENGAN SEGENAP CINTA DAN KASIH SAYANG, DAN ORANG YANG PALING MENGERTI DAN MENCINTAIKU. PANTASKAH JIKA AKHIRNYA AKU MENNYEBUTNYA SEBAGAI PENGKHIANAT ATAS KASIH SAYANGKU? PANTASKAH AKU MENYEBUTNYA ORANG YANG TIDAK TAHU TERIMAKASIH ATAS SEMUA PENGORBANAN DAN KASIH SAYANGNYA? TIDAK, SAMA SEKALI TIDAK. BAHKAN AKU TIDAK AKAN RELA GELAR ITU DISEBUTKAN KEPADA SUAMIKU, BAHKAN OLEH DIRI AKU SENDIRI.


SESUATU AKAN LEBIH BERHARGA KETIKA HAL ITU TELAH ATAU AKAN MENINGGALKAN KITA. SEMOGA KETIKA KAU TELAH BERSAMANYA, AKAN
ADA PENGHARGAAN LEBIH ATAS KEBERSAMAAN KITA. DAN AKU PASTIKAN KAU TIDAK AKAN MERASA DITINGGALKAN OLEHKU, KARENA AKU TAHU BEBANMU AKAN TERASA LEBIH BERAT KEDEPANNYA, DAN AKAN SANGAT SULIT BAGIMU UNTUK MEMILIH. MAKA AKU TAK AKAN MEMBAWA ENGKAU PADA POSISI MEMILIH.SEPERTI YANG DISABDAKAN RASUL YANG MULIA BAHWA WANITA SHOLIHAH ADALAH PERHIASAN TERINDAH BAGI SUAMINYA, DAN SUBHANALLAH, AKU TAK AKAN MENYIA-NYIAKAN KESEMPATAN INI. SEKARANGLAH SAATKU UNTUK MEMBUKTIKAN PADAMU BAHWA AKU PANTAS MENJADI PERHIASAN TERINDAH YANG PERNAH KAU MILIKI, DAN AKU BENAR- BENAR MENYAYANGIMU.

AKU BUKA PIKIRANKU DENGAN KEIKHLASAN. DAN KEIKHLASAN ITU AKHIRNYA BERBUAH PIKIRAN BAHWA ENGKAU BUKANLAH MILIK KU YANG ABADI. AKU KHKAWATIR KETIKA CINTA ITU MELEKAT ERAT DIHATIKU, JUSTRU KESENANGAN HIDUP ITU AKAN MENJADIKANKU MENDUA TERHADAP CINTA KEPADA ZAT YANG MAHA MENCINTA. AH TERNYATA KEIKHLASAN ITU TIDAK SELAMANYA MENYAKITKAN. MENYAKITKAN HANYA BAGI MEREKA YANG MERELAKAN DIRI MEREKA SAKIT DAN MENYIA-NYIAKAN PEROLEHAN PAHALA YANG SEHARUSNYA BISA MENJADI MILIKNYA.DAN SEBAGAI PRIBADI YANG INGIN LEBIH PINTAR,  AKU TENTU TAK AKAN MELAKUKAN HAL ITU. TERNYATA KEIKHLASAN ITU NIKMAT JIKA DALAM MENJALANINYA HATI CONDONG KEPADA CINTA HANYA KEPADA ALLAH.


YA ALLAH SEMOGA SURGA MU AKAN MENJADI SEINDAH-INDAHNYA TEMPAT KEMBALIKU KELAK, DAN SEMOGA KAU JADIKAN AKU SANGAT LEBIH BAHAGIA BERSANDING DENGAN SUAMIKU DISANA, DALAM KEHIDUPAN YANG ABADI.

    …,SUBHANALLAH, IMAN MENGUATKANKU, IKHLAS MELEGAKANKU, DAN ALLAH MEMANG BENAR- BENAR MENYEJUKKAN HATIKU, BAHKAN SAAT AKU BERADA SENDIRI DISINI, DAN KAU BERADA DISANA WAHAI SUAMIKU,…

SETELAH KESEJUKAN ITU MEMENUHI RELUNG HATIKU, UNTUK SELANJUTNYA AKU MEMOHON MAAF KEPADAMU WAHAI SUAMIKU, BAHWA KARENA CINTAKU KEPADA ALLAH TELAH MENGALAHKAN CINTAKU KEPADAMU. AKU YAKIN KAU BUKANLAH PRIBADI YANG AKAN MENJADIKAN ALQURAN SEBAGAI TAMENG BAGI NAFSUMU SENDIRI.KAU DENGAN TEKADMU YANG INGIN MEMULIAKANNYA SEBAGAI MANA KAU MEMULIAKANKU SEBAGAI ISTRIMU KARENA ALLAH, MAKA AKUPUN AKAN MERELAKANMU PULA KARENA ALLAH. SEMOGA KELEGAAN HATIKU DAN KEMULIAAN NIATMU BUKAN HANYA SEKEDAR OMONG KOSONG, NAMUN AKAN MENJADI BUKTI NYATA PERNYATAAN CINTA KITA YANG HANYA KARENA ALLAH. DAN KINI, AKU MEMPERSEMBAHKAN WANITA ITU UNTUKMU. BENAR- BENAR SEBUAH AKHIR YANG SANGAT MELEGAKAN BAGI SEBUAH KECINTAAN YANG HANYA KARENA ALLAH…

Sumber : (SYAHIDAH)




Selasa, 06 Maret 2012

Gadis Kecil Dan Kotak Emas

 Di sebuah keluarga miskin, seorang ayah tampak kesal pada anak perempuannya yang berusia tiga tahun. Anak 
perempuannya baru saja menghabiskan uang untuk membeli kertas kado emas untuk membungkus sekotak kado.

Keesokan harinya, anak perempuan itu memberikan kado itu sebagai hadiah ulang tahun pada sang Ayah.

“Ini untuk ayah,” kata anak gadis itu.

Sang ayah tak jadi marah. Namun, ketika ia membuka kotak dan mendapatkan isinya kosong, meledaklah kemarahannya.

“Tak tahukah kau, kalau kau menghadiahi kado pada seseorang, kau harus memberi sebuah barang dalam kotak ini!”
Anak perempuan kecil itu menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia berkata terisak-isak, “Oh ayah, sesungguhnya aku telah meletakkan sesuatu ke dalam kotak itu.”
“Apa yang kau letakkan ke dalam kotak ini? Bukankah kau lihat kotak ini kosong?” bentak ayahnya.
“Oh ayah, sungguh aku telah meletakkan hampir ribuan ciuman untuk ayah ke dalam kotak itu,” bisik anak perempuan itu.

Sang ayah terperangah mendengar jawaban anak perempuan kecilnya. Ia lalu memeluk erat-erat anak perempuannya dan meminta maaf.

Konon, orang-orang menceritakan bahwa, pria itu selalu meletakkan kotak kado itu di pinggir tempat tidurnya sampai akhir hayat. Kapan pun ia mengalami kekecewaan, marah atau beban yang berat, ia membayangkan ada ribuan ciuman dalam kotak itu yang mengingatkan cinta anak perempuannya.

Dan sesungguhnya kita telah menerima sebuah kotak emas penuh berisi cinta tanpa pamrih dari orang tua, istri/suami, anak, pasangan, teman dan sahabat kita. Tak ada yang lebih indah dan berharga dalam hidup ini selain cinta.

Disadur dari: Ana Lucia, A Little Girl and The Golden Box


PADA SEBUAH PEMAKAMAN

 
Pada sebuah pemakaman tua, dipinggiran sebuah kota, Aku menyaksikan wajah-wajah yang aku sangat kenal tertunduk dengan duka cita yang begitu dalam.

Mereka berjalan beriringan, diam membisu tanpa kata. Mereka mengantarkan orang yang tercinta dalam hidupnya, yang telah pergi membawa segala kenangan hidup bahagia.
Aku melihat tetangga, teman sekerja, sanak saudara, istri tercinta bersama bocah kecilku si buah hati didalam pangkuannya.

Aku menyaksikan wajah tua yang telah di gerogoti usia , wajah ayah dan ibuku dipapah langkah demi langkah, menuju lubang pusara.

Satu persatu, wajah- wajah sembam dengan linangan air mata, mendekati tubuh yang terbujur kaku sebagai penghormatan terakhir dengan langkah yang berat, akupun menapaki tanah merah yang membasah untuk turut memberi salam perpisahan pula kepadanya.

YA ALLAH... YA RABB ! betapa terkejutnya aku , tubuh yang terbujur kaku dengan wajah pucat , diselimuti kain putih itu adalah ... AKU !

Ya Tuhan-ku , tiada sempat aku memohon ampunan kepada-MU
Tidak pernah selintaspun aku mengingat akan Kebesaran-MU
Betapa nistanya aku , kini aku harus berhadapan dengan-MU
Sang Maha Pencipta , semesta alam beserta isinya.
Alangkah hinanya diriku di hadapan-MU

Betapa menyesalnya aku saat ini ,
Bocah kecilku nan lucu , belum sempat ku persiapkan
sesuatu yang berarti untuk masa depannya.
Tiada satupun jasa yang dapat aku balas untuk
kedua orang tuaku .
Hari -hari yang aku lalui hanya di isi untuk masalah duniawi semata
Tanpa pernah mengikuti perintah-Nya.

Sesaat lagi , tubuh kaku akan diturunkan keliang
lahat yang sunyi dan sepi ,
Hanya dingin dan beku yang setia menemani.

Semua kenikmatan dan keramaian dunia hilang tak bertepi,
Kini berubah menjadi gelap dan pengap didalam
liang lahat yang sempit.
Aku menyesal di akhir dari perjalanan ujung dunia,
dan tidak dapat merubah perjalanan waktu .

Ya Allah yang Maha Pengampun
Ampunilah aku ya Allah , sayangilah aku...
Begitu kotornya diriku ketika akan menghadapMu
Tubuh berlumur lumpur noda dan dosa, penuh nista
tiada bekal amal saleh yang dapat aku
sertakan untuk-Mu,
tiada akhlak terpuji yang aku jalani.
Apakah masih ada pengampunan bagi hambamu ini?

Ya Tuhanku, Yang Maha Penyayang
Sayangilah ibu bapakku, ampuni dosa-dosanya
Bimbinglah keluargaku,
menuju jalan lurus jalan yang Engkau Ridhai.
Malu... malu aku dengan memohon pinta
yang tak pantas
aku panjatkan pada-MU
Ya Tuhanku yang Maha Perkasa, tobatku kini tiada bermakna
Karena kini aku telah berada dihadapanMu

(Iqbal Hamdi"Menggapai hidup bermakna")




Senin, 05 Maret 2012

P E N A N T I A N ﷲ

Meskipun saat ini…mata manusia kita tidak memahaminya…
Meskipun saat itu…perasaan kita memandangnya dengan sebelah mata…
Meskipun saat itu…otak kita melihatnya sebagai sesuatu yang buruk….

Tidak…jangan terburu-buru menvonis bahwa engkau telah diberikan sesuatu yang buruk….
bahwa engkau tidak pantas….
Karena kelak…engkau akan menyadarinya…
Engkau akan menyadarinya perlahan…
bahwa apa yang telah hilang darimu….
bahwa apa yang tidak engkau Dapatkan….
bukanlah yang terbaik untukmu…
bukanlah yang pantas untukmu…
bukanlah sesuatu yang baik ,,,,untukmu….

Karena itu…saudaraku…
Jangan mubazirkan perasaanmu…air matamu…waktumu….
Jangan kau umbar semua perasaan cintamu ketika engkau tengah menjalin proses taarufan…
Jangan kau umbar semua kekuranganmu…jangan kau ceritakan semuanya…
Jangan kau terlalu ngotot ingin dengannya…jika engkau mencintainya…
Karena belum tentu dia adalah jodohmu…
Pun jangan takut bila ternyata kalian tidak merasa cocok…
Karena Allah telah menetapkan yang terbaik untuk kalian…

Maka…memohonlah padaNya…
Mintalah padanya diberikan petunjuk…dan dijauhkan dari segala godaan yang ada…
Karena…cinta sebelum pernikahan…pada hakekatnya adalah sebuah cobaan yang berat…
Dan…percayalah…jodoh itu tidak ada kaitannya dengan banyak sedikitnya kenalan…banyak sedikitnya teman perempuan

Sama sekali tidak…
Karena jika laki-laki yang terjaga maka Allahlah yang akan mengirimkan pendamping untuknya…
Karena laki-laki yang terjaga adalah laki-laki yang banyak didamba oleh seorang akhwat sejati…
Jadi…jagalah dirimu…hatimu…kehormatanmu…sebelum saatnya tiba…

Perbanyak bekalmu…
dan doamu…
Yakinlah…bahwa Allah yang akan memilihkan yang terbaik untukmu…
Aamiin…

Ya Allah…
karuniakanlah kami seorang pasangan yang sholeh…
Yang menjaga dirinya…
Yang menjaga hatinya hanya untuk yang halal baginya…
Yang senantiasa memperbaiki dirinya…
Yang senantiasa berusaha mengikuti sunnah Rasulullah…
Yang baik akhlaknya…
Yang menerima kami apa adanya…
Yang akan membawa kami menuju Jannah Mu Ya Rabb…

Kabulkan ya Allah…
Segerakanlah…
karena hati kami teramat lemah…
dan cinta sebelum menikah adalah sebuah cobaan yang berat…
♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥






Minggu, 04 Maret 2012

MUHASABAH SEORANG HAMBA...

Rabb ku,,,,,,,,
Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-MU yang luas
Aku hanyalah setetes embun di lautanMU yang meluap hingga ke seluruh samudra
Aku hanya sepotong rumput di padangMU yang memenuhi bumi
Aku hanya sebutir kerikil di gunung MU yang menjulang menyapa langit
Aku hanya seonggok bintang kecil yang reduo di samudra langit Mu yang tanpa batas Rabb ku ,,,,,,,,,
Hamba yang hina ini menyadari tiada artinya diri ini di hadapanMU
Tiada Engkau sedikitpun memerlukan akan tetapi
hamba terus menggantungkan segunung harapan pada MU Rabb ku,,,,,,baktiku tiada arti, ibadahku hanya sepercik air
Bagaimana mungkin sepercik air itu dapat memadamkan api neraka MU
Betapa sadar diri begitu hina dihadapanMU
Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhlukMU
Diri yang tangannya banyak maksiat ini,
Mulut yang banyak maksiat ini,
Mata yang banyak maksiat ini
Hati yang telah terkotori oleh noda ini ,,memiliki keinginan setinggi langit
Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu yang mulia???
Rabbi,,Kami semua fakir di hadapan MU tapi juga kikir dalam mengabdi kepada MU
Semua makhlukMU meminta kepada MU dan pintaku.
Ampunilah aku dan sudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku
Sukseskanlah mereka mudahkanlah urusannya
Mungkin tanpa kami sadari , kami pernah melanggar aturanMU
Melanggar aturtan qiyadah kami,bahkan terlena dan tak mau tahu akan amanah
Yang telah Engkau percayakan kepada kami,,,,Ampunilah kami
Pertemukan kami dalam syurga MU dalam bingkai kecintaan kepadaMU
Rabb ku,,.Siangku tak selalu dalam iman yang teguh
Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,
Pagiku tak selalu terhias oleh dzikir pada MU
Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikit
Janganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu
Atau,,,,,,.dalam maksiat kepadaMU ,,,,Ya Rabbi,,,, Tutuplah untuk kami dengan sebaik-baiknya penutupan !! 



TERPELESET

Tertatih kakiku melangkah
Kucoba bertahan dan berjalan
Namun akhirnya aku lalai
Terperosok dan jatuh terpeleset

Berdiri kucoba lagi
Di atas kaki yang masih perih
Kucoba ayunkan
Akankah ada kekuatan

Ya Rabb,,,,,
Yang menggenggam jiwaku
Yang kuasa atas diriku
Yang menuntun jalanku

Terangilah jalan-jalanMu padaku,,,
Gelapkan jalan-jalan dari musuh-musuhMu
Jangan biarkan aku terseret ke jalan yang hina
Namun biarkan aku menapaki jalanMu
Walaupun itu penuh dengan peluh

Ya Rabb,,,,,Aku merindukanMu,,,,
Jangan biarkan aku jauh dariMu,,,,

Tidak!!!!
Aku tidak bermaksud untuk membangkang
Akupun tidak bermaksud menghianatiMu
Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanMu

Semua itu terjadi karena kebodohan dan kelemahanku Aku tak mampu menjaga diriku sendiri
Maafkan aku,,,,

Aku mencintaiMu
Dan tak ingin menghianatiMu
tapi aku lemah dan tak berdaya ,,,
Hanya Engkau yang bisa menjaga dan melindungi dari keburukan, kelemahan dan kebodohanku

Ku mohon,,,,
Selamatkan aku,,,,
Jaga aku,,,,
Lindungi aku,,,
dari apapun yang bisa menjauhkan diriku dariMu
please,,,

Menggayuh alunan tanpa melodi

Wahai kekasih hati
Jauh dariMu adalah siksa terpedih
MeninggalkanMu adalah kebodohan dan kehancuran diri

Jangan dan jangan tinggalkan aku
Yang merindu dan selalu menanti
Mengharap tiada bertepi,,,
BersamaMu yang kekal abadi,,,