Assalamu'alaikum wr.wb.
Sumber : Abis Ngobrol2 ama tetangga sebelah....
Sumber : Abis Ngobrol2 ama tetangga sebelah....
Untuk yang sudah menikah, semoga Allah selalu menjaga dan memelihara rasa cinta yang tulus terhadap pasangan masing-masing. .... amiiiiiin... .
Belum lama ini seorang teman bercerita bahwa ia merasa "hidup" karena ia jatuh cinta lagi! "Lho, suami Mbak gimana?" Dengan merendahkan suara dan melirik kiri kanan untuk meyakinkan diri tak ada orang lain yang mendengar selain saya, ia berkata: "Dengan suami ya biasa aja. Dia dan anak-anak nggak ada yang tahu. Yang bikin aku senang, pria itu juga jatuh cinta padaku!"
"Dia sudah punya istri, Mbak?" "Sudah juga. Eh, tahu nggak, kami sudah sepakat, hubungan ini adalahhubungan tanpa target!" Saya mengernyitkan kening. "Kami hanya menjalani saja. Lagi pula kami nggak pernah ngapa-ngapain kok, Vy. Paling janjian ketemu di mana, ngobrol. Gitu aja. Dia santun banget," mata teman saya berinar-binar. "Pokoknya kami menyiasati pertemuan kami. Jangan sampai melukai pasangan kami masing-masing. "
Saya tersenyum hambar. Bukankah tindakan yang "tidak ngapa-ngapain" itu juga sudah sangat melukai? "Mbak lebih mencintai siapa, suami atau pria itu?" Dia terdiam sesaat. "Lain sih ya. Kalau sama suami sekarang kami sudah seperti kakak adik, sudah kayak sahabat. Kalau dengan dia, aku jatuh cinta lagi. Ya seperti dulu aku jatuh cinta pada suamiku. Pokoknya suatu ketika kamu juga pasti akan mengalami, Vy. Ini namanya cinta platonik! Platonik! Bukan selingkuh, Vy. Ini hubungan tanpapamrih, tanpa nafsu, tanpa target! Nah, bagaimana pendapatmu?" Saya menggaruk kepala yang tak gatal. Kok bisa ya? Dan dia bilang, suatu ketika saya juga pasti akan mengalami!
Saya bergidik. Ah, semoga Allah melindungi kami: saya dan suami. Apa pun namanya, hubungan seperti ini hanya akan mengeroposi pernikahan agung yang terjadi antara seorang istri dan suami. Saya tak menginginkannya. Kalau suatu saat sampai saya jatuh cinta lagi, saya berharap saya jatuh cinta lagi pada suami saya sendiri! Kalau sampai saya jatuh cinta lagi pada pria lain (semoga tidak), saya berharap saya hanya akan bertepuk dengan tembok...., maka hubungan itu tak akan pernah ada. "Setelah bertahun-tahun, cinta itu akan pudar dan berubah hanya menjadi sayang. Itu yang terjadi pada diriku dan suami," kata si temanlagi. Saya tersenyum.
"Mungkin salah satu yang menjadi tugas besar dalam berumah tangga adalah menumbuhkan cinta itu setiap saat, Mbak. Menjaganya untuk tak pernah berubah, apalagi mati." "Susah, Vy. Semakin lama pernikahan, akhirnya kita melihat semua kejelekan dan kelemahan suami." "Begitu pula suami kita, Mbak, ia pun sudah melihat segudang kejelekan dan kelemahan kita. Tapi...mengapa sih kita membiarkan mata kita melihat kejelekan dan kelemahan itu saja?
Hidupkan mata ketiga dan keempat kita: batin, benak. Kita putar lagi semua adegan tentang pasangan kita. Benarkah kejelekannya lebih banyak dari kebaikan dan keindahannya? Putar lagi adegan itu, ketika dia sangat peduli, sangat khawatir pada kita, sangat bertanggung jawab pada keluarga. Keringat dan cintanya yang mengucur deras untuk keluarga. Tidakkah itu menggugah kita?" Saya diam sebentar. "Lihat mata itu, apakah ada gemintang yang sama di sana? Bila tidak, mengapa kita tak mencoba untuk kembali menghidupkan bintang-bintang itu di mata dan hati dia, di mata dan hati kita? Buatsaya,ini arti platonik sebenarnya, Mbak...." Teman saya itu menarik napas panjang. "Susah bagi saya keluar dari cinta platonik ini, Vy."
Hmmmm...platonik.
"Menurut KBBI dan KUBI, platonik berarti sepenuhnya spiritual, bebas dari nafsu birahi cinta. Cinta platonik: cinta kasih tanpa nafsu. Yakin begitu perasaan Mbak pada pria itu? Apa Mbak bisa memastikan perasaan pria itu kepada Mbak? Yakin kalau dia mencintai mbak tanpa nafsu sama sekali?" tanya saya lagi. Dia terdiam lama. "Yaa nggak yakin juga sih...." Akhirnya kami mengobrol cukup panjang. Saya sampaikan padanya bahwa masalah tersebut bukan hanya dipicu karena memudarnya cinta, melemahnya hubungan dan komunikasi dengan suami saja, melainkan juga karena memudar, melemahnya hubungan dengan Allah. Insya Allah, hubungan yang kuat dengan Sang Maha akan mencegah kita untuk melakukan selingkuh, apapun jenisnya.
Sorenya, usai percakapan dengan teman saya yang cantik itu, saya merenung. Saya dan suami sudah menikah lebih dari 10 tahun. Ah, dapatkah kami memelihara dan selalu menghidupkan cinta kami? Kami sama-sama punya banyak teman lawan jenis. Kami sama-sama punya lingkup pergaulan yang luas. Apakah kebesaran, keindahan cinta kami bisa menghalau siapa pun yang mencoba menyelusup masuk atas nama: selingkuh atau cinta platonik semu, seperti yang dialami teman saya itu? Mungkin kami tak boleh membiarkan waktu atau orang lain yang menjawab.
Setiap hari kami harus menumbuhkan cinta kami dengan berbagai cara. Cinta harus terus tumbuh, menembus semua rintangan. Kuncup-kuncupnya tak boleh merekah semua seketika, untuk kemudian layu. Ranting dan pokoknya harus kuat menjulang. Cinta harus ditumbuhkan sepanjang usiakami, dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang kami tapaki dengan riang di bumi dan semoga kelak mempertemukan kami kembali di langit....
Malam itu tiba-tiba saya rindu sekali pada Mas Tomi, suami saya yang sedang berada di Aceh. Saya ambil HP dan kemudian mengirim sms padanya: Say, aku kangen banget nih. Telpon dong!Tak lama suara riangnya terdengar di ponsel saya: "Assalamu'alaikuuum . Hai Bunda, apa kabar? Ya aku juga kangen banget...." Faiz anak kami tergelak-gelak mendengar percakapan itu, "Waaaah kangen nih yeee...suiiit suiiitt...kangen kok setiap hari?"
Belum lama ini seorang teman bercerita bahwa ia merasa "hidup" karena ia jatuh cinta lagi! "Lho, suami Mbak gimana?" Dengan merendahkan suara dan melirik kiri kanan untuk meyakinkan diri tak ada orang lain yang mendengar selain saya, ia berkata: "Dengan suami ya biasa aja. Dia dan anak-anak nggak ada yang tahu. Yang bikin aku senang, pria itu juga jatuh cinta padaku!"
"Dia sudah punya istri, Mbak?" "Sudah juga. Eh, tahu nggak, kami sudah sepakat, hubungan ini adalahhubungan tanpa target!" Saya mengernyitkan kening. "Kami hanya menjalani saja. Lagi pula kami nggak pernah ngapa-ngapain kok, Vy. Paling janjian ketemu di mana, ngobrol. Gitu aja. Dia santun banget," mata teman saya berinar-binar. "Pokoknya kami menyiasati pertemuan kami. Jangan sampai melukai pasangan kami masing-masing. "
Saya tersenyum hambar. Bukankah tindakan yang "tidak ngapa-ngapain" itu juga sudah sangat melukai? "Mbak lebih mencintai siapa, suami atau pria itu?" Dia terdiam sesaat. "Lain sih ya. Kalau sama suami sekarang kami sudah seperti kakak adik, sudah kayak sahabat. Kalau dengan dia, aku jatuh cinta lagi. Ya seperti dulu aku jatuh cinta pada suamiku. Pokoknya suatu ketika kamu juga pasti akan mengalami, Vy. Ini namanya cinta platonik! Platonik! Bukan selingkuh, Vy. Ini hubungan tanpapamrih, tanpa nafsu, tanpa target! Nah, bagaimana pendapatmu?" Saya menggaruk kepala yang tak gatal. Kok bisa ya? Dan dia bilang, suatu ketika saya juga pasti akan mengalami!
Saya bergidik. Ah, semoga Allah melindungi kami: saya dan suami. Apa pun namanya, hubungan seperti ini hanya akan mengeroposi pernikahan agung yang terjadi antara seorang istri dan suami. Saya tak menginginkannya. Kalau suatu saat sampai saya jatuh cinta lagi, saya berharap saya jatuh cinta lagi pada suami saya sendiri! Kalau sampai saya jatuh cinta lagi pada pria lain (semoga tidak), saya berharap saya hanya akan bertepuk dengan tembok...., maka hubungan itu tak akan pernah ada. "Setelah bertahun-tahun, cinta itu akan pudar dan berubah hanya menjadi sayang. Itu yang terjadi pada diriku dan suami," kata si temanlagi. Saya tersenyum.
"Mungkin salah satu yang menjadi tugas besar dalam berumah tangga adalah menumbuhkan cinta itu setiap saat, Mbak. Menjaganya untuk tak pernah berubah, apalagi mati." "Susah, Vy. Semakin lama pernikahan, akhirnya kita melihat semua kejelekan dan kelemahan suami." "Begitu pula suami kita, Mbak, ia pun sudah melihat segudang kejelekan dan kelemahan kita. Tapi...mengapa sih kita membiarkan mata kita melihat kejelekan dan kelemahan itu saja?
Hidupkan mata ketiga dan keempat kita: batin, benak. Kita putar lagi semua adegan tentang pasangan kita. Benarkah kejelekannya lebih banyak dari kebaikan dan keindahannya? Putar lagi adegan itu, ketika dia sangat peduli, sangat khawatir pada kita, sangat bertanggung jawab pada keluarga. Keringat dan cintanya yang mengucur deras untuk keluarga. Tidakkah itu menggugah kita?" Saya diam sebentar. "Lihat mata itu, apakah ada gemintang yang sama di sana? Bila tidak, mengapa kita tak mencoba untuk kembali menghidupkan bintang-bintang itu di mata dan hati dia, di mata dan hati kita? Buatsaya,ini arti platonik sebenarnya, Mbak...." Teman saya itu menarik napas panjang. "Susah bagi saya keluar dari cinta platonik ini, Vy."
Hmmmm...platonik.
"Menurut KBBI dan KUBI, platonik berarti sepenuhnya spiritual, bebas dari nafsu birahi cinta. Cinta platonik: cinta kasih tanpa nafsu. Yakin begitu perasaan Mbak pada pria itu? Apa Mbak bisa memastikan perasaan pria itu kepada Mbak? Yakin kalau dia mencintai mbak tanpa nafsu sama sekali?" tanya saya lagi. Dia terdiam lama. "Yaa nggak yakin juga sih...." Akhirnya kami mengobrol cukup panjang. Saya sampaikan padanya bahwa masalah tersebut bukan hanya dipicu karena memudarnya cinta, melemahnya hubungan dan komunikasi dengan suami saja, melainkan juga karena memudar, melemahnya hubungan dengan Allah. Insya Allah, hubungan yang kuat dengan Sang Maha akan mencegah kita untuk melakukan selingkuh, apapun jenisnya.
Sorenya, usai percakapan dengan teman saya yang cantik itu, saya merenung. Saya dan suami sudah menikah lebih dari 10 tahun. Ah, dapatkah kami memelihara dan selalu menghidupkan cinta kami? Kami sama-sama punya banyak teman lawan jenis. Kami sama-sama punya lingkup pergaulan yang luas. Apakah kebesaran, keindahan cinta kami bisa menghalau siapa pun yang mencoba menyelusup masuk atas nama: selingkuh atau cinta platonik semu, seperti yang dialami teman saya itu? Mungkin kami tak boleh membiarkan waktu atau orang lain yang menjawab.
Setiap hari kami harus menumbuhkan cinta kami dengan berbagai cara. Cinta harus terus tumbuh, menembus semua rintangan. Kuncup-kuncupnya tak boleh merekah semua seketika, untuk kemudian layu. Ranting dan pokoknya harus kuat menjulang. Cinta harus ditumbuhkan sepanjang usiakami, dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang kami tapaki dengan riang di bumi dan semoga kelak mempertemukan kami kembali di langit....
Malam itu tiba-tiba saya rindu sekali pada Mas Tomi, suami saya yang sedang berada di Aceh. Saya ambil HP dan kemudian mengirim sms padanya: Say, aku kangen banget nih. Telpon dong!Tak lama suara riangnya terdengar di ponsel saya: "Assalamu'alaikuuum . Hai Bunda, apa kabar? Ya aku juga kangen banget...." Faiz anak kami tergelak-gelak mendengar percakapan itu, "Waaaah kangen nih yeee...suiiit suiiitt...kangen kok setiap hari?"
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Kasih Jempolnya..