Aku Menanti Namaku Dipanggil ke Surga
***
Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada disekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan.
Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia dikumpulkan.
Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.Rasa takutku makin
menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya
mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku.
“Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku.
“Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku,” batinku. Aku menggigil,
tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang
yang kukenal. Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar
kemilauan.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar,
inilah hari penentuan, hari dimana semua manusia akan menerima keputusan
akan balasan dari amalnya selama hidup didunia.
Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.
Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku didunia.
Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau
jangan- jangan ……… Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu
keputusan dari Yang menguasai hari pembalasan.
Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang
mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia-manusia yang
akan menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang
indah.
Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan.
Terlebih lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah.
“Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku,” pikirku mantap.
Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan
bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-
ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku.
Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Alloh
melalui Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk kedalam surga
sebelum Muhammad masuk.
Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah
Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama
yang ke surga, diikuti para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.
Para nabi dan rasul Alloh lainnya pun masuk dalam daftar tersebut.
Yasir dan Sumayyah berjalan tenang dengan predikat Syahid dan
syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu persatu
para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat
dimana Alloh akan membuka tabirnya.
Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni
surga adalah melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan
Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai
balasan kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah.
Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Alloh.
Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran.
Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang
berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari
mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku
kenal mereka.
* Ya Alloh, mereka anak- anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah
kuperhatikan. Anak-anak yang selalu menangis kelaparan dimalam hari
sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.
* “Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku,” aku
terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak
pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil
dagangnya ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin
yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan
adik-adiknya di kampung tidak kelaparan.
Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, “Parmin
yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk
kebahagiaan orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata
untuk keperluanku.
* Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel
yang kehadirannya selalu kutolak,pengemis yang setiap hari lewat depan
rumah dan selalu mendapatkan kata “maaf” dari bibirku dibalik pagar
tinggi rumahku.
Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku
meski tidak kulontarkan, “Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak
memendam kebencian meski kau tolak.”
* Masya Alloh murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga.
* Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah.
“Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan.
Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara,” jelasnya lagi.
Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring
dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang.
Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku
ingin segera bertemu Alloh dan berkata, “Ya Alloh, didunia aku banyak
melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak
berdakwah, izinkan aku ke surgaMu.
Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi,
aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk
berbicara.
“Ibadahmu bukan untuk Alloh, tapi semata untuk kepentinganmu
mendapatkan surga Alloh, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status
sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan,
dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak
untukmu,” bergetar tubuhku mendengarnya. Anak-anak yatim, Parmin, mbok
Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak
lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka
lebih dulu ke surga Alloh.
Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas
untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang
kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk
dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka,
tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu
ke surga dari mereka.
Termasuk manakah kita?? tanya pada diri kita masing-masing.
Penulis: Abdullah – Kontributor
Judul asli: Aku dan Surga (Baca dan Renungkanlah)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Kasih Jempolnya..