Bismillahirrahmanirrahim..
” Rina..” aku mendengar Bunda memanggilku dari luar. Aku yang masih
didalam kamar segera menyambar jilbab yang ada di kursi didekat meja
belajarku.
” Iya Bunda ” aku melongok keluar setelah membuka pintu. Bunda sudah ada didepan pintu sambil tersenyum.
” Ada tamu didepan, tolong ditemuin ya Nak ”
” Siapa Bunda ? ”
” Temennya Ayah ”
Aku pun segera menemui Ayah.
” Sini Nak ” Ayahku menyuruh untuk duduk disebelahnya.
Aku menatap orang-orang yang ada dihadapan Ayah, sepertinya satu
keluarga besar. Terdiri dari 4 orang. 2 laki-laki dan 2 perempuan. Aku
menerkanya mereka adalah ayah, ibu dan 2 orang anak, laki-laki dan
wanita. Tapi tatapanku seakan berhenti ketika menatap sesosok makhluk
laki-laki yang sebaya denganku. Kami saling memandang, namun segera kami
pun menunduk.
” Kenalin Nak, ini temen Ayah. Pak Mahmud ” Kata Ayah. Aku pun tersenyum.
” Yang itu istrinya, terus putra putrinya. Yang itu namanya Satria dan yang putri cantik ini namanya Santi ”
Aku kembali menatap mereka dan tersenyum, lalu menunduk kembali.
” Oh..ini ya Nak Rina. Cantik, anggun, pakai jilbab pula. Gimana Satria ? ”
Kata Bu Mahmud.
Lho kok nanya nya sama Satria, kataku dalam hati. Tak perlu waktu lama Ayah pun menjelaskannya padaku.
” Pak Mahmud dan Ayah, ingin agar kamu kenalan dulu sama Satria, istilah kerennya Ta’aruf gitu Nak ”
Aku langsung memandang Ayah. Seperti tau apa yang aku pikirkan, Ayah segera melanjutkan kata-katanya.
” Ayah sama Pak Mahmud inginnya sih kalian menikah ”
Aku memainkan ujung jilbabku, memikirkan apa yang harus aku ucapkan.
” Biar Rina pikirkan dulu Yah. Om, Tante..Rina kebelakang dulu, bantuin Bunda ” Aku coba untuk tetap tersenyum
Aku segera bergegas menemui Bunda.
” Bunda, aku gak mau dijodohin. Ini bukan jamannya Siti Nurbaya pake
dijodoh-jodohin ” Aku duduk di kursi meja makan, sedikit kesal dengan
pembicaraan tadi.
“ Emang Rina udah punya calon ?? “ Kata Bunda sambil menyiapkan minuman buat tamu tadi.
“ Belum Bunda, kalo ada pasti udah aku kenalin “
“ Kalo belum, kenapa kamu gak mau ??” Bunda duduk disebelahku.
“ Aku gak suka dijodoh-jodohin Bunda, apalgi ini masalah masa depan ku. Aku kan pengen milih sendiri “ Kataku tetep ngotot.
“ Itu memang hak kamu Nak, tapi belum tentu pilihanmu itu lebih baik dari pilihan Ayah mu, Nak “
“ Pilihan Ayah juga belum tentu lebih baik dari pilihanku kan Bunda “
“ Iya, masalahnya pilihanmu itu belum ada. Sekarang dihadapanmu tadi
ada seorang yang insyaallah sholeh. Paling tidak, Bunda dan Ayah pernah
merasakan kebaikannya. Ayah tak mungkin menginginkanmu menikah dengan
orang yang tidak dapat menjamin kebahagianmu dunia akhirat. Karna bila
kamu telah salah melangkah, maka semuanya adalah salah Bunda dan Ayah
yang tak mampu mendidikmu dengan benar “
Aku coba menelaah satu persatu perkataan Bunda.
“ Kalo kamu masih ragu, istikharahlah Nak. Ayahmu atau pun Bunda tak
akan memaksamu, tapi yang harus kamu pikirkan adalah kamu mungkin akan
menghabiskan waktu lagi untuk menanti dan menunggu laki-laki pilihanmu
yang belum kamu ketahui kapan dia akan datang dan belum tentu yang kamu
nanti akan lebih baik dari yang Ayah pilihkan. Dihadapanmu kini
terbentang jalan yang sangat mudah, tak perlu menanti lagi. Jodohmu
justru dengan mudah mendatangimu “ Bunda tersenyum padaku. Senyum yang
selalu menenangkanku.
“ Istikharahlah Nak. Itu jalan yang paling baik sekarang “
Bunda meninggalkanku, termenung sendiri.
Yaa Robb..Bila dia memang jodohku,
segera berikanlah aku jalan agar ku tahu bila dia benar-benar pemilik
tulang rusuk yang kau pilihkan untukku. Namun Yaa Robb.. jika dia
bukanlah jodoh yang kau pilihkan, segera berikan aku jalan agar aku tak
berlarut-larut dalam penantian..Aamiin..
Sujudku pada seperempat malam, membuatku lebih tenang. Memang hanya Dia tempatku mengadu, karna hanya Dia lah Sahabat Sejatiku.
Aku memang belum menolak perjodohan itu
meskipun aku sangat ingin menolak, aku juga belum mau menerima
perjodohan itu karna dalam hatiku tetap tak ingin dijodohin. Lagian aku
tak punya alasan untuk menolak perjodohan itu, benarlah kata Bunda
diwaktu lalu. Aku hanya akan membuang waktuku bila aku menanti orang
yang belum tahu kapan datangnya, apalagi aku ini masalah Sunnah
Rasulullah.
“ Yah..aku akan memberi keputusan
langsung dihadapan 2 keluarga. Keluarga kita dan keluarga Satria, bisa
kah Yah ?? “ Langsung ku utarakan keinginanku pada Ayah pagi ini.
“ Kebetulan Nak, nanti sore mereka akan datang. Dari kemarin memang udah nanyain keputusanmu “ Ayah tersenyum padaku.
Benarkah apa yang akan aku putuskan ini
?? Benarkah dia yang terbaik untukku ?? Ada sedikit rasa takut bila aku
menolaknya ternyata orang yang aku pilih kelak ternyata tak lebih baik
darinya. Pikiran yang bermacam-macam terus menjalar sedangkan sampai
saat ini Allah belum menjawab istikharahku.
“ Nak Satria bila kamu mau tanya
silahkan ?? “ Ayah menyuruh Satria untuk bertanya padaku. Rasa bergetar
di hatiku dan detak jantungku yang menderu dari tadi tak mampu ku redam.
“ Saya hanya ingin menanyakan dua pertanyaan pada putri Om, yang pertama Apa Tugas dia saat menjadi seorang istri ?? “ katanya.
“ Jawab Nak “ Sekarang semua orang menanti jawabanku. Aku pun berpikir sejenak.
“ Aku akan menyenangkan suamiku, menjaga
kehormatan diri dan suami, juga harta suamiku bila suatu saat aku
ditinggal pergi untuk berdakwah “ aku mulus menjawab. Aku menatapnya
sekilas, dia tersenyum. Ku rasakan dadaku menyempit.
“ Baiklah, pertanyaan kedua, siapa yang akan dipatuhi antara suami dan orang tua “
Aku terkejut dengan pertanyaannya. Ada rasa ragu untuk menjawabnya.
“ Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, bila ada orang yang patut disembah di dunia ini maka dia
adalah istri kepada suaminya. Maka aku wajib taat kepada suami ketika
ketaatan itu tidak melenceng dari agama, namun bukan berarti lantas aku
tidak diijinkan lagi patuh kepada orang tua. Jika suamiku melarangku
taat kepada orang tua, maka dia telah melarangku berbakti pada orang
tuaku. Meskipun taat kepada suami itu wajib, taat kepada orang tua pun
tetaplah harus ada karna itu lah baktiku “
“ Itu saja pertanyaan saya “ katanya. Aku lega, giliranku yang bertanya.
“ Nak Rina, silahkan kalo ada pertanyaan “ kata Ayah.
“ Saya ingin mengajukan satu saja
pertanyaan, tak jauh beda dengan pertanyaan tadi. Antara istri dan ibu
Anda, mana yang akan Anda prioritaskan “ kataku mantap. Aku ingin tahu
seberapa siap dia memulai sebuah rumah tangga.
“ Ibuku..” aku menanti kelanjutanya, namun tak juga ada.
“ Kok ibu ? “ aku pun tak sabar menunggu.
“ Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam
bersabda ketika Aisyah bertanya pada beliau, Siapakah yang berhak
terhadap seorang wanita, maka Rasulullah menjawab : suaminya. Lalu
Aisyah kembali bertanya, siapakah yang berhak terhadap seorang
laki-laki. Rasulullah menjawab : Ibunya. “
Aku pu tak tahan untuk tersenyum, mengagumi kepandaiannya.
“ Maka aku memilih ibuku. Namun aku pun
tak begitu saja lantas meninggalkan istriku, karna aku pun memiliki
tanggung jawab terhadap istriku. Tapi andai istriku nanti melarangku
untuk berbuat baik terhadap ibuku , maka dia bukanlah istri yang ku
harapkan “
Bergetar hatiku, seakan semua pertanyaan
selama ini dan hasil istikharahku terjawab sudah. Yaa Rabb..apakah
benar dia yang Kau pilihkan untukku ??
“ Bagaimana Nak Rina “
“ Sudah itu saja Yah “ kataku masih tertunduk. Namun hatiku sudah sangat bergejolak.
“ Nak Satria silahkan keputusannya “
“ Jika Putri Bapak berkenan untuk saya lamar, insyaallah saya akan segera melamarnya “
Aku hendak menangis mendengar khitbah yang dia utarakan.
“ Nak Rina, bagaimana keputusanmu “
Aku hanya mengangguk. Mengangguk tanda aku ingin menempuh Bahtera kehidupan bersamanya.
“ Alhamdulillah “ semua orang menggemakan hal yang sama.
Aku pun dipeluk oleh Bunda.
“ Terimakasih Nak, telah menyenangkan hati Bunda dan Ayah “
Mutiara yang aku simpan di mataku akhirnya tak mampu aku bendung juga.
Tidak Bunda, bukan hanya ingin
menyenangkan hati Bunda dan Ayah saja. Namun ternyata dia memang yang
sedang aku cari. Terimakasih Bunda.
Wallahua’lam bi Shawwab.